Senin, 18 Maret 2019, dilaksanakan sidang promosi Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat atas nama Saudara Eviana S. Tambunan di Ruang Promosi Doktor, Gedung G Lantai 1, FKM UI, dengan Promotor Prof. dr. Hadi Pratomo, MPH, Dr.Ph. Promovendus mengemukakan disertasi dengan judul “Pengaruh Paket Pendidikan Kesehatan pada Ibu terhadap Praktik Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah di Jakarta Pusat”.
Bayi disebut mengalami berat lahir rendah (BBLR) bila berat saat lahir kurang dari 2500 gram, yang ditimbang dalam satu jam setelah kelahiran atau dua puluh empat jam setelah lahir untuk kondisi tertentu. BBLR memberikan kontribusi terhadap kematian neonatal sebesar 60-80% (WHO, 2014). BBLR khususnya prematur memiliki masalah yang kompleks dan perhatian yang lebih intensif dalam perawatannya. Profil Kesehatan DKI Jakarta 2015 memperlihatkan Jakarta Pusat menempati urutan kedua setelah Kepulauan Seribu untuk kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan 2,26% kasus (376 kasus BBLR dari 16.616 kelahiran hidup). (Bidang Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta 2015, 2016). Sementara berdasarkan data rekam medik tahun 2015 dari salah satu RS rujukan tipe B peserta BPJS di Jakarta Pusat, dilaporkan jumlah BBLR adalah 665 (57,73%) bayi dari 1152 bayi risiko tinggi yang dirawat di Ruang Perinatologi, dengan jumlah kunjungan terbanyak dari Jakarta Pusat dan Barat. Hal ini memperlihatkan kejadian BBLR yang cukup banyak di RS yang kemungkinan diantaranya akan kembali ke komunitas. Saat BBLR dinyatakan pulang, pada dasarnya seringkali orangtua merasa tidak siap untuk merawat bayinya di rumah. Walaupun ibu mendapatkan pendidikan kesehatan secara perawatan BBLR saat di rumah sakit namun beberapa penelitian melaporkan beberapa ibu meragukan kemampuan mereka untuk melaksanakan tugas-tugas merawat bayi. Kesinambungan pelayanan perawatan hingga ke rumah dinilai menjadi komponen penting dalam peningkatan kualitas kesehatan BBLR. Kemampuan ibu merawat bayi harus ditingkatkan, sehingga dapat merawat bayi dengan benar saat di rumah. Namun, kemampuan ibu untuk melakukan praktik perawatan BBLR di rumah belum banyak digali. Sejauh mana peran tenaga kesehatan di Puskesmas untuk melakukan pemantauan dan pendampingan terhadap kemampuan keluarga mempraktikkan perawatan BBLR di rumah belum banyak dilaporkan di Indonesia.
Disertasi yang dipertahankan pada sidang promosi doktor Senin, 18 Maret 2019 ini bertujuan untuk menilai pengaruh paket pendidikan kesehatan pada ibu terhadap praktik perawatan BBLR di Jakarta Pusat. Penelitian dilakukan terhadap 159 ibu dengan BBLR yang bayinya dinyatakan boleh pulang dari Ruang Perinatologi dan berdomisili di Jakarta Pusat dengan pendekatan quasi experiment. Kelompok intervensi mendapatkan paket pendidikan kesehatan dari perawat puskesmas yang terdiri dari penyuluhan perawatan BBLR sebanyak satu kali pada 3-5 hari setelah keluar RS dan pendampingan sebanyak dua kali yaitu pada minggu ke-2 dan ke-6 setelah penyuluhan. Pengukuran terhadap praktik ibu dalam perawatan dilakukan sebanyak empat kali yaitu pada hari ke-3 setelah keluar RS, minggu ke-2, 6 dan 12. Pengumpulan data kualitatif juga dilakukan untuk melengkapi informasi yang diperlukan setelah mendapatkan gambaran hasil kuantitatif.
Hasil analisis studi memperlihatkan pemberian paket pendidikan kesehatan tentang perawatan BBLR yang berupa penyuluhan satu kali disertai dengan pendampingan sebanyak dua kali selama 6 minggu, efektif dilakukan pada ibu dengan BBL di komunitas. Paket pendidikan kesehatan pada ibu dengan BBLR memberikan efek peningkatan praktik ibu dalam perawatan BBLR sebesar 25,19%. Praktik perawatan BBLR pada ibu yang mendapatkan pendidikan kesehatan terus meningkat secara signifikan pada setiap waktu pengukuran hingga pengukuran akhir, sementara pada ibu yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan terjadi penurunan praktik perawatan BBLR pada setiap waktu pengukuran. Dampak dari pemberian paket pendidikan kesehatan juga berpengaruh terhadap status kesehatan bayi. Pada ibu yang mendapatkan paket pendidikan kesehatan, proporsi bayi yang menjalani rawat inap sebesar 2,56% dan rawat jalan sebesar 10,30% pada akhir pengukuran. Sementara pada kelompok kontrol sebesar 9,9% yang menjalani rawat inap dan 19,52% yang rawat jalan. Sikap dan dukungan kader kesehatan yang dilatih mempengaruhi hubungan pendidikan kesehatan pada ibu terhadap praktik perawatan BBLR. Peningkatan praktik ibu dalam perawatan BBLR di setiap waktu pengukuran dikarenakan adanya pendidikan kesehatan yang disertai sikap positif ibu terhadap perawatan BBLR. Dukungan kader kesehatan yang telah dilatih memberikan pengaruh terhadap peningkatan praktik perawtan BBLR. Temuan dari hasil kualitatif menjelaskan minimnya informasi terkait kepulangan BBLR dari RS ke komunitas menyebabkan perawat puskesmas tidak mengetahui adanya kasus BBLR yang pulang dari RS di wilayahnya sehingga tidak dapat dilakukan perawatan berkelanjutan. Dengan demikian kesenjangan komunikasi antara rumah sakit-puskesmas-keluarga perlu diantisipasi untuk keberlanjutan praktik perawatan BBLR di komunitas paska pulang dari RS.
Penelitian ini memperlihatkan intervensi berbasis komunitas menjadi platform penting utnuk meningkatkan pemberian pelayanan kesehatan. Perawatan berbasis komunitas adalah komponen penting dari perawatan berkelanjutan dengan menggunakan sumber daya di masyarakat seperti kader kesehatan. Studi ini merekomendasikan paket pendidikan kesehatan dapat dikembangkan di komunitas selama 6-8 minggu setelah keluar RS, dan melibatkan kader kesehatan untuk memberikan pendampingan pada ibu dengan BBLR di wilayahnya. Penyuluhan tentang perawatan BBLR diberikan sesegera mungkin setelah ibu dengan BBLR pulang, yang dilanjutkan dengan pendampingan sebanyak dua kali dengan rentang waktu 2 dan 6 minggu dari penyuluhan. Keberlanjutan pendampingan selanjutnya dapat dilakukan oleh kader kesehatan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan BBLR. Pelatihan ataupun sosialisasi tentang perawatan BBLR perlu diberikan pada tenaga kesehatan puskesmas dan kader kesehatan, sehingga dapat melakukan pendampingan secara tepat pada ibu dengan BBLR. Jalinan komunikasi antara RS dan puskesmas tentang kepulangan ibu dengan BBLR dan tindak lanjut perawatan di rumah perlu dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi informatika dan komunikasi melalui surat elektronik (email) ataupun pesan melalui telepon atau mobile phone (short message service atau WhatsApp).
Dengan hasil disertasinya tersebut, promovendus Eviana berhasil dinyatakan sebagai Doktor dalam Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan predikat sangat memuaskan. Eviana adalah lulusan S3 IKM tahun 2019 yang ke 8, lulusan S3 IKM yang ke 201, dan lulusan S3 FKM yang ke 262.