Program Studi Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Senin, 3 Agustus 2020, menggelar ujian terbuka promosi doktor atas nama Jasrida Yunita secara daring dengan ketua sidang dipimpin langsung oleh Pj. Dekan FKM UI, Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, M.Sc. Bertindak sebagai Promotor Prof. Dr. dra. Ratu Ayu Dewi Sartika, Apt., M.Sc dengan kopromotor Prof. Dr. dr. Ratna Djuwita Hatma, MPH dan dr. Widjaja Lukito, Sp.GK., Ph.D. Tim penguji diketuai oleh Prof. Dr. dr. Soedijanto Kamso, SKM, dengan anggota Prof. Dr. dr. Kusharisupeni Djokosujono, M.Sc, Dr. Ekowati Rahajeng, S.K.M., M.Kes, Sugeng Eko Irianto, M.P.S., Ph.D, dan Dr. dr. Purwita Wijaya Laksmi, Sp.PD, K.Ger, FINASIM. Dalam kesempatan tersebut, promovendus mempertahankan disertasi berjudul “Perubahan Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Tinggi Badan terhadap Konsentrasi High Sensitivity C-Reactive Protein dari Pralansia Hingga Lansia (Analisis Data IFLS 2007-2014)”.
Penuaan dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat karena sering diikuti penurunan fungsi tubuh yang berdampak pada risiko penyakit. Peradangan kronis dianggap sebagai faktor kunci yang berkontribusi terhadap penuaan. Peradangan kronis terjadi karena adanya peningkatan kadar plasma C-reaktif protein (CRP) yang dihasilkan di hati ketika terjadi cidera akut, peradangan, atau infeksi. High-sensitivity C-reactive protein (hs-CRP) merupakan pemeriksaan konsentrasi CRP yang sangat sedikit dan sensitif.
Banyak bukti bahwa obesitas dikaitkan dengan peradangan atau inflamasi yang secara kausal terlibat dalam pengembangan resistensi insulin. Inflamasi sering ditandai dengan meningkatnya konsentrasi hs-CRP. Beberapa penelitian menemukan rata-rata konsentrasi hs-CRP pada individu obesitas berada pada kategori sedang (1-3 mg/L) dan dianggap sebagai konsentrasi hs-CRP berisiko.
Penelitian Jasrida Yunita dengan desain kohor prospektif dengan memanfaatkan data sekunder dari Indonesian Family Life Survey (IFLS), mengkaji perubahan obesitas sentral yang dilihat dari nilai LP dan nilai Rasio Lingkar Pinggang Tinggi Badan (RLPTB), serta perubahan konsentrasi hs-CRP dari pralansia hingga lansia dengan rentang waktu lebih kurang 7 tahun.
RLPTB merupakan indeks obesitas sentral yang banyak diusulkan oleh peneliti-peneliti di dunia. RLPTB dianggap terbaik sebagai indeks obesitas sentral dibanding LP. Beberapa penelitian membuktikan bahwa RLPTB lebih baik dalam memprediksi penyakit dibanding dengan LP. Namun, RLPTB sendiri belum ditetapkan sebagai alat ukur dalam menentukan status kesehatan khususnya di Indonesia.
Penelitian Jasrida Yunita mencoba menetapkan titik potong obesitas sentral pada lansia berdasarkan nilai RLPTB. Didapatkan nilai titik potong obesitas sentral ≥0,55 baik pada kelompok lansia pria maupun kelompok lansia wanita dengan LP sebagai gold standard. Proporsi kejadian obesitas setelah 7 tahun yang dilihat dari pralansia hingga lansia berdasarkan LP (≥90 cm pada pria dan ≥80 cm pada wanita) adalah 18,5% dan RLPTB (≥0,55) adalah 22,3%. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara LP dengan risiko 4,9 kali terhadap konsentrasi hs-CRP berisiko setelah dikontrol oleh perubahan gejala depresi, perubahan pekerjaan, dan interaksi antara jenis kelamin dengan LP dan juga ada hubungan antara RLPTB dengan risiko 8,6 kali terhadap konsentrasi hs-CRP berisiko setelah dikontrol oleh perubahan aktifitas fisik, perubahan pekerjaan, dan interaksi jenis kelamin dengan RLPTB. Ini membuktikan bahwa RLPTB lebih kuat memprediksi konsentrasi hs-CRP dibanding dengan LP.
Berdasarkan hasil tersebut, saran yang diberikan pada penelitian ini adalah mengharapkan Kementerian Kesehatan RI dapat menetapkan RLPTB sebagai salah satu indeks yang perlu dilaporkan secara rutin di posbindu maupun di puskesmas. Untuk mendapatkan nilai RLPTB sendiri, tenaga kesehatan atau kader tidak perlu lagi melakukan pengukuran antropometri karena ukuran lingkar pinggang maupun ukuran tinggi badan sudah menjadi pengukuran wajib yang harus dilaporkan. Dalam rangka memudahkan tenaga kesehatan menetapkan nilai RLPTB tanpa direpotkan oleh penggunaan kalkulator, maka disiapkan cakram pengukuran RLPTB yang langsung bisa menentukan apakah seorang individu berisiko obesitas sentral atau tidak. Deteksi dini ini juga bisa dilakukan secara mandiri (skrining mandiri) oleh pralansia dan lansia. Melalui deteksi dini obesitas sentral ini, diharapkan dapat mengetahui sedini mungkin bahwa seorang individu berisiko mengalami konsentrasi hs-CRP berisiko, yang nantinya berdampak pada penyakit tidak menular, seperti diabetes, jantung, maupun sindroma metabolik. Selain itu juga disarankan perlunya pralansia maupun lansia aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dalam rangka mengatasi stres dan juga beraktifitas secara aktif dengan aktiftas fisik sedang minimal 30 menit 5 kali dalam seminggu atau aktifitas fisik berat minimal 30 menit 3 kali dalam seminggu atau kombinasi keduanya atau tetap aktif dalam bekerja dengan menghindari duduk terlalu lama.
Pada akhir acara sidang terbuka, rapat dewan penguji memutuskan bahwa Jasrida Yunita dinyatakan lulus dan memperoleh gelar doktor dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat.