Menyikapi kejadian bencana dalam kurun satu bulan terakhir, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (UPT K3L), Prof. dra. Fatma Lestari M.Si, Ph.D. menyampaikan pendapatnya tentang bagaimana menghadapi bencana dengan tepat.
Menurut Prof. Fatma, bencana yang terjadi beberapa waktu terakhir secara statistik sebesar 90 persen adalah bencana hidrometeorologi atau bencana yang terjadi sebagai dampak dari fenomena meteorologi seperti angin kencang, hujan lebat, dan berkaitan dengan air seperti gelombang tinggi. Terjadinya bencana tersebut dipengaruhi oleh perubahan iklim yang tidak hanya berdampak di Indonesia, tetapi secara global. Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan peningkatan curah hujan dengan intensitas yang singkat. “Sebagai contoh, perubahan curah hujan yang terjadi di bulan Desember 2019 hingga bulan Januari 2020 saat ini berbeda dengan kondisi sebelumnya dimana curah hujan terdistribusi dalam jangka waktu 4 bulan sementara saat ini akibat dari perubahan iklim yang terjadi sehingga terjadi intensitas curah hujan yang sangat tinggi dengan waktu yang sangat pendek”. ujar Prof. Fatma. Perlunya kesiapan yang tinggi dalam menghadapi perubahan iklim ini, seperti upaya pencegahan bencana dengan peningkatan kesadaran terhadap lingkungan, kesiapan emergency response atau tanggap darurat bencana, dan peningkatan pengetahuan terhadap kesiapan menghadapi kejadian bencana di masyarakat.
Early warning atau peringatan bencana kepada masyarakat harus dilakukan secara real-time dengan komunikasi risiko yang jelas. Perlunya peringatan yang jelas kepada masyarakat sehingga masyarakat mengetahui bagaimana bersiap untuk menghadapi kemungkinan bencana. Early warning terhadap bencana seharusnya tidak dilakukan ketika bencana sudah terjadi. “Peringatan terhadap bencana, khususnya bencana banjir yang terjadi beberapa waktu lalu, seharusnya sudah ada peringatan serta kesiapan di waktu satu bulan sebelumnya ketika curah hujan sedang tinggi dengan memasifkan komunikasi risiko dari bencana banjir tersebut.” ujar Prof. Fatma. Dalam hal peringatan bencana tersebut, masyarakat perlu teredukasi untuk melakukan persiapan terhadap bencana terutama dalam hal pengetahuan untuk menghadapi bencana banjir. Selain itu, sosialisasi juga harus dilakukan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik jauh sebelum bencana terjadi, seperti sosialisasi tidak membuang sampah sembarangan, menanam pohon, serta aktivitas lain yang berdampak positif terhadap lingkungan
Sebagai tambahan, perlunya peningkatan kemandirian dalam menghadapi bencana terutama di masyarakat tanpa perlu menunggu peringatan langsung dari pemerintah. Pemerintah Indonesia, melalui Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) mempunyai aplikasi daring untuk memantau perkembangan cuaca dan intensitas hujan setiap hari secara real-time untuk digunakan masyarakat sebagai acuan untuk mempersiapkan dalam menghadapi dampak dari bencana. Sudah seharusnya masyarakat lebih bersikap partisipatif sehingga pemerintah tidak bekerja sendirian sebagai regulator dalam persiapan menghadapi bencana.
Prof. Fatma berpesan kepada masyarakat untuk menumbuhkan serta melakukan kebiasaan baik terhadap lingkungan untuk kesiapan menghadapi bencana. Dimulai dari menghilangkan kebiasaan membuang sampah sembarangan, melakukan pemilahan serta pengolahan sampah, tidak mengeksploitasi penggunaan air tanah, memperhatikan prediksi cuaca dari fasilitas yang disediakan pemerintah, mengetahui kontak darurat bencana, dan kontak fasilitas darurat terdekat agar masyarakat menjadi tahu dan dapat meminimalisasi dampak dari bencana yang ada.